Rabu, 20 Juli 2011


 Esensi Beasiswa Sebagai Sesuatu yang Esensial Bagi Mahasiswa
Oleh
Betwan

Berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita ke tepian
Bersakit dahulu, senang pun tak datang, malah mati kemudian
            Potongan lirik lagu yang dipopulerkan oleh Jamrud di atas setidaknya sedikit menggambarkan keriasauan hati mahasiswa beberapa minggu ini. Mengapa? Hal ini dikarenakan harapan satu-satunya sebagian besar mahasiswa berupa beasiswa untuk sedikit meringankan beban orang tua dalam hal biaya kuliah, setidaknya untuk menutupi biaya SPP tiap semester, ternyata pada semester ini impian tersebut hilang tanpa ada kabar yang jelas. Banyak kabar dan janji yang terus berlalulalang dalam lingkungan mahasiswa. Akan tetapi, tak ada satupun yang terlihat sebagai sesuatu yang benar-benar ada di hadapan mahasiswa yang telah diberi hak untuk menerimanya. Memang untuk saat ini beasiswa enyah untuk menjadi harapan mahasiswa.
Esensi dasar beasiswa
            Dari awal proses pengurusannya, mahasiswa sudah terkesan dibebani dengan berbagai macam masalah untuk hal ini. Padahal beasiswa adalah bantuan pendidikan yang memang diprogramkan instansi-instansi tertentu yang bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk mahasiswa yang berprestasi dan sebagiannya lagi untuk mahasiswa yang kurang mampu dalam hal ekonomi. Hal itu diusahakan semata-mata agar semua kalangan masyarakat dapat mengenyam pendidikan. Tapi apa yang terjadi? Mahasiswa sangat kesulitan untuk mendapatkan hal ini padahal kriteria untuk menjadi penerima sudah terpenuhi. Untuk kerumitan dalam hal pengurusan beasiswa di perguruan tinggi ini terbukti dari berita kepengurusan yang terkesan ditutup-tutupi dan hanya sebagian kecil orang saja yang mengetahauinya. Di sana mahasiswa bersusah payah untuk melengkapi administrasi. Dalam proses pengurusan tersebut juga tak jarang ditemukan pungutan di sana-sini. Apakah hal ini dikarenakan biaya semester mahasiswa tergolong biaya kuliah termurah di antara seluruh perguruan tinggi di Indonesia Timur atau seperti apa? Entahlah.
 
            Sebagai mahasiswa, saya merasa prihatin pada masalah ini. Dalam hal apapun juga sifat transparansi sangatlah dibutuhkan agar cita-cita mulia dari sebuah pendidikan itu dapat tercapai. Bayangkan saja, dari sekian banyak jenis beasiswa yang diberikan pada Unhalu, ada sekitar 11 jenis beasiswa. Namun, yang kelihatan hanya ada beberapa. Di antaranya beasiswa PPA, BBM, BUMN, SUPERSEMAR, PERTAMINA, yang lainnya entah kemanna tidak ada yang tahu. Sedangkan di antara kelima jenis beasiswa yang telah disebutkan tadi tidak semuanya terakumulasi dengan baik ke fakultas-fakultas. Boleh kita tanyakan pada sebagian mahasiswa, mereka pasti hanya akan menjawab beasiswa itu hanya ada dua, yakni beasiswa PPA yang ditujukan kepada mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang baik dan beasiswa BBM yang diperuntukkan pada mahasiswa yang kurang mampu. Selain itu, hanya ada satu dua orang saja yang tau untuk jenis beasiswa yang lainnya. Nah, sebenarnya ada apa di balik semua ini? Sebenarnya beasiswa ini untuk siapa?
            Padahal, jika kita bayangkan. Seandainya semua jenis beasiswa yang konon katanya ada 11 jenis tadi dapat terakumulasi dengan baik ke fakultas-fakultas maka yakin dan percaya tidak akan ada yang namanya mahasiswa yang mau disogok untuk melakukan demo-demo tidak karuan yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Akan tetapi, kenyataan saat ini tidaklah demikian. Jangankan semuanya terakumulasi, dua jenis beasiswa yang sudah transparan dan diketahui oleh kebannyakan mahasiswa pun, PPA dan BBM, masih terkesan ada kejanggalan-kejanggalan yang luar biasa di dalamnya. Ambillah contoh, dengan berbagai persyaratan dalam hal pengurusan beasiswa, yakni minimal mempunyai IPK di atas 3,0 untuk memperoleh beasiswa PPA dan IPK 2,75 untuk beasiswa BBM.
Dalam pengurusan beasiswa PPA tercatat ada sebagian mahasiswa yang memiliki IPK di atas 3,0 dan kemampuan akademik baik tapi belum mendapatkan beasiswa. Malah yang mendapatkannya adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan negosiasi dan tindakan melobi yang baik yang mendapatkannya. Bukankah ini sebuah praktek KKN nyata lagi di masa reformasi ini? Lain PPA, lain pula BBM. Dalam pengurusan beasiswa BBM yang pada dasarnya ditujukan pada mahasiswa yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi didapatkan masih terdapat pula mahasiswa yang mampu juga mendapat beasiswa tersebut sedangkan mahasiswa yang memang tidak mampu hanya mampu mengurut dada pada kenyataan tersebut. Ironis memang. Orang yang seharusnya mendapatkannya malah tidak mendapatkannya dan orang yang tidak mempunyai hak di dalamnya malah menjadi orang nomor satu dalam menerima bantuan-bantuan tersebut. Bukankah ini suatu gejala kejanggalan besar?
Siapa yang harus disalahkan?
            Nah, setelah semua kejanggalan terjadi dan kebanyakan beasiswa diberikan bukan pada orang yang tepat. Melainkan pada siapa dan anak siapa? Siapa yang cepat itu yang dapat? Jalur yang dibuat tidak menjadi masalah untuk dilanggar. Pertanyaannya sekarang adalah siapa yang harus disalahkan? Sebagai pihak yang terkait di dalamnya tentunya tahu siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Intinya selagi mereka masih menyadari kesalahan yang mereka perbuat maka ada kemungkinan keberadaan dan esensi beasiswa pada pengurusan-pengurusan berikutnya dapat berjalan sesuai dengan jalur, berdasarkan rambu-rambu yang dibuat. Karena untuk saling menyalahkan pada saat ini sangatlah tidak efisien dalam menyelesaikan masalah. Alangkah baiknya jika kesadaran itu lahir dari pihak yang terkait sendiri, tentunya dengan menggunakan hati nurani yang semoga masih melekat pada jiwa-jiwa tersebut.

{ 1 komentar ... read them below or add one }

Welcome to My Blog

Popular Post

Followers

Presented by LSIP UHO. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © LSIP UHO - Robotic Notes - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -